Peristiwa Rengasdengklok




Peristiwa Rengasdengklok
Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik semakin terang dengan dijatuhkannya bom atom oleh Sekutu di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Akibat insiden tersebut, kekuatan Jepang makin lemah.

Kepastian isu kekalahan Jepang terjawab saat tanggal 15 Agustus 1945 dini hari, Sekutu mengumumkan bahwa Jepang sudah mengalah tanpa syarat dan perang telah berakhir. Berita tersebut diterima melalui siaran radio di Jakarta oleh para perjaka yang termasuk orang-orang Menteng Raya 31 menyerupai Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, Wikana, dan lainnya.

Penyerahan Jepang kepada Sekutu menghadapkan para pemimpin Indonesia pada persoalan yang cukup berat. Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan (vacuum of power). Jepang masih tetap berkuasa atas Indonesia meskipun telah menyerah, sementara pasukan Sekutu yang akan menggantikan mereka belum datang. Gunseikan telah menerima perintah-perintah khusus biar mempertahankan status quo hingga kedatangan pasukan Sekutu.
Adanya kekosongan kekuasaan menjadikan munculnya konflik antara golongan muda dan golongan bau tanah mengenai persoalan kemerdekaan Indonesia.

a.   Golongan muda menginginkan biar proklamasi kemerdekaan segera dikumandangkan. Mereka itu antara lain Sukarni, B.M Diah, Yusuf Kunto, Wikana, Sayuti Melik, Adam Malik, dan Chaerul Saleh.

b.  Golongan bau tanah menginginkan proklamasi kemerdekaan harus dirapatkan dulu dengan anggota PPKI. Mereka yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Moh. Yamin, Dr. Buntaran, Dr. Syamsi dan Mr. Iwa Kusumasumantri.

Golongan muda kemudian mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 20.00 WIB. Rapat tersebut dipimpin oleh Chaerul Saleh yang menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan muda yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia yaitu hal dan soal rakyat Indonesia sendiri, tidak sanggup digantungkan kepada bangsa lain. Segala ikatan, korelasi dan kesepakatan kemerdekaan harus diputus, dan sebaliknya perlu mengadakan negosiasi dengan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta biar kelompok perjaka diikutsertakan dalam menyatakan proklamasi

Langkah selanjutnya malam itu juga sekitar jam 22.00 WIB Wikana dan Darwis mewakili kelompok muda mendesak Soekarno biar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia secepatnya lepas dari Jepang.

Ternyata perjuangan tersebut gagal. Soekarno tetap tidak mau memproklamasikan kemerdekaan. Kuatnya pendirian Ir. Soekarno untuk tidak memproklamasikan kemerdekaan sebelum rapat PPKI menjadikan golongan muda berpikir bahwa golongan bau tanah menerima imbas dari Jepang.

Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di Jalan Cikini 71 Jakarta pada pukul 24.00 WIB menjelang tanggal 16 Agustus 1945. Mereka membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Rapat tersebut menghasilkan keputusan bahwa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta harus diamankan dari imbas Jepang.

Tujuan para perjaka mengamankan Soekarno Hatta ke Rengasdengklok antara lain:

a.   Agar kedua tokoh tersebut tidak terpengaruh Jepang, dan
b. Mendesak keduanya supaya segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan dengan Jepang.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 pagi, Soekarno dan Hatta tidak sanggup ditemukan di Jakarta. Mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda, di antaranya Sukarni, Yusuf Kunto, dan Syudanco Singgih, pada malam harinya ke garnisun PETA (Pembela Tanah Air) di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak sebelah Utara Karawang.

Pemilihan Rengasdengklok sebagai daerah pengamanan Soekarno Hatta, didasarkan pada perhitungan militer. Antara anggota PETA Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat korelasi dekat semenjak keduanya melaksanakan latihan bersama. Secara geografis, Rengasdengklok letaknya terpencil, sehingga sanggup dilakukan deteksi dengan gampang setiap gerakan tentara Jepang yang menuju Rengasdengklok, baik dari arah Jakarta, Bandung, atau Jawa Tengah.

Mr. Ahmad Subardjo, seorang tokoh golongan bau tanah merasa prihatin atas kondisi bangsanya dan terpanggil untuk mengusahakan biar proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan secepat mungkin. Untuk tercapainya maksud tersebut, Soekarno Hatta harus segera dibawa ke Jakarta.

Akhirnya Ahmad Subardjo, Sudiro, dan Yusuf Kunto segera menuju Rengasdengklok. Rombongan tersebut tiba di Rengasdengklok pukul 17.30 WIB.

Peranan Ahmad Subardjo sangat penting dalam insiden kembalinya Soekarno Hatta ke Jakarta, alasannya bisa meyakinkan para perjaka bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan keesokan harinya paling lambat pukul 12.00 WIB, nyawanya sebagai jaminan. Akhirnya Subeno sebagai komandan kompi Peta setempat bersedia melepaskan Soekarno Hatta ke Jakarta.
LihatTutupKomentar